Kalau Corporate Social Responsibility kini bagi dunia pengusaha dan pemerintah masih berstatus diperdebatkan, maka eksponen2 masyarakat pejuang 45 seperti dari Forum Komunikasi Keluarga Besar Siliwangi dipimpin oleh Bapak MayJen TNI (Purn) Drs KPH Herman Sarens Soediro, ex Tentara Pelajar Garut, justru telah berunjukkerja dalam rangka Community Social Responsibility, antara lain napak tilas substansi Pancasila di kota kecamatan Limbangan, kabupaten Garut pada tanggal 21 Juli 2007 sekaligus peringatan awal daripada perang rakyat semesta guna perlawanan terhadap upaya2 penjajahan kembali oleh Belanda dalam perioda Perang Kemerdekaan Ke-1 (60 tahun yang lalu).
Dikatakan substansi Pancasila, karena tidak pelak lagi, dari napak tilas itu ditemukan ikhwal Lima Bangunan Utama dari Raja Susuktunggal, Galuh Pakuan Sunda (1345 M) yang terdiri dari (1) Bimaresi, (2) Puntadewa, (3) Narayana, (4) Madura dan (5) Suradipati yang masing2 sesungguhnya dapat dimaknai sebagai perihal (1) Ketuhanan, (2) Persatuan, (3) Kemanusiaan, (4) Kerakyatan dan (5) Keadilan.
Tampilkan postingan dengan label nyingkal karempan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label nyingkal karempan. Tampilkan semua postingan
Rabu, 24 November 2010
sekilas Limbangan
Balubur Limbangan adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Garut. Kecamatan ini dalam perjalanan sejarah Kabupaten Garut memiliki tempat yang istimewa. Pasalnya, Balubur Limbangan sekian lama dijadikan ibukota kabupaten sebelum beralih ke Garut. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa Limbangan merupakan cikal bakal kabupaten Garut sekarang.
Istilah Balubur, seperti diterangkan dalam Ensiklopedi Kebudayaan Sunda, merujuk pada daerah pemukiman para penguasa kabupaten pada jaman dulu. Semacam daerah istimewa yang penghuninya terdiri dari para menak dan pejabat pemerintah lainnya. Balubur Limbangan berarti daerah istimewa tempat para penguasa Kabupaten Limbangan bertempat tinggal.
Seperti tercatat dalam sejarah, Limbangan awalnya bagian dari wilayah kerajaan Sunda. Namun versi lain mengatakan bahwa Limbangan sudah menjadi daerah otonom ketika kerajaan Sunda terbagi dua, yakni menjadi Galuh dan Sunda. Saat ini namanya masih Rumenggong (konon berasal dari kata “rumenggang” atau “renggang”, karena berada di antara Galuh dan Sunda) dan penguasanya dikenal sebagai Sunan Rumenggong. Setelah kerajaan Sunda runtuh, wilayah ini sempat berada di bawah kekuasaan daerah lain, di antaranya sempat menjadi wilayah bawahan Sumedang Larang.
Istilah Balubur, seperti diterangkan dalam Ensiklopedi Kebudayaan Sunda, merujuk pada daerah pemukiman para penguasa kabupaten pada jaman dulu. Semacam daerah istimewa yang penghuninya terdiri dari para menak dan pejabat pemerintah lainnya. Balubur Limbangan berarti daerah istimewa tempat para penguasa Kabupaten Limbangan bertempat tinggal.
Seperti tercatat dalam sejarah, Limbangan awalnya bagian dari wilayah kerajaan Sunda. Namun versi lain mengatakan bahwa Limbangan sudah menjadi daerah otonom ketika kerajaan Sunda terbagi dua, yakni menjadi Galuh dan Sunda. Saat ini namanya masih Rumenggong (konon berasal dari kata “rumenggang” atau “renggang”, karena berada di antara Galuh dan Sunda) dan penguasanya dikenal sebagai Sunan Rumenggong. Setelah kerajaan Sunda runtuh, wilayah ini sempat berada di bawah kekuasaan daerah lain, di antaranya sempat menjadi wilayah bawahan Sumedang Larang.
Sunan Cipancar, Limbangan
Membicarakan sejarah Kab. Garut tidak akan lepas dari Kab. Limbangan yang merupakan cikal bakal pembentukannya. Peran serta kaum ulama yang menyebarkan Islam hingga mewarnai corak kehidupan masyarakat Garut pun tak kalah pentingnya. Tak heran, sebagian kalangan menilai Garut laik dijuluki sebagai Kota Ulama, karena banyaknya sumbangsih para ulama dalam membina masyarakat Garut.
Salah satu tokoh ulama sekaligus umara yang perannya tak bisa diabaikan pada masa awal penyebaran Islam di pedalaman Jawa Barat, khususnya Garut, adalah Sunan Cipancar. Selain eksis dalam penyebaran Islam, ia pun merupakan tokoh yang menurunkan keluarga bupati-bupati Limbangan. Hal itu sebelum kemudian dengan alasan politis, Limbangan dipindahkan dan berubah menjadi Kab. Garut.
Karena itulah, tak salah jika masyarakat Garut menziarahi makam Sunan Cipancar di Kp. Pasir Astana, Desa Pasirwaru, Kec. Balubur Limbangan. Hal itu penting selain sekadar berdoa dan memberikan penghormatan atas jasa-jasanya dalam menyebarkan Islam, juga untuk menelisik kembali alur sejarah Kab. Garut, termasuk pesan-pesan moral yang diamanatkan para leluhur masyarakat Garut sendiri, dalam menata bangunan kehidupan masyarakatnya. Sumber resmi Pemkab Garut dan Pemprov Jabar melalui website-nya menyebutkan, awalnya pemegang kekuasaan Limbangan adalah Dalem Prabu Liman Senjaya, cucu dari Prabu Siliwangi dan anak dari Prabu Layakusumah. Prabu Liman Senjaya diganti oleh anaknya yang bernama Raden Widjajakusumah I alias Sunan Cipancar.
babad limbangan
Naskah Babad Limbangan ditulis dengan menggunakan hurup Arab Pegon dalam bahasa Sunda. Tidak diketahui siapa penulis naskah ini. Namun dari bentuknya – seperti diterangkan dalam buku Naskah Sunda Lama Kelompok Babad yang disusun Edi S. Ekadjati dkk. dan diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud pada 1985 – naskah ini berukuran 23 x 35 cm dan ditulis pada kertas putih bergaris.
Naskah yang ditulis dalam bentuk prosa ini mengisahkan tentang asal-usul penguasa Limbangan serta asal-usul nama tempat di sekitar Garut. Dikisahkan bahwa Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran suatu hari memerintahkan Ki Haruman untuk berburu. Namun alih-alih mendapat binatang buruan, Aki Haruman justru menemukan sinar terang menyilaukan dari atas sebuah gunung. Ternyata, setelah ditelisik, sinar kemilau itu berasal dari Nyi Putri dari Limbangan yang sedang mandi. Penemuan yang mengejutkan itu segera dilaporkan pada Prabu Siliwangi. Mendengar paras cantik putri itu, Prabu Siliwangi berniat melamar Nyi Putri Limbangan dan menamakan gunung tempat ditemukannya menjadi Gunung Haruman.
Naskah yang ditulis dalam bentuk prosa ini mengisahkan tentang asal-usul penguasa Limbangan serta asal-usul nama tempat di sekitar Garut. Dikisahkan bahwa Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran suatu hari memerintahkan Ki Haruman untuk berburu. Namun alih-alih mendapat binatang buruan, Aki Haruman justru menemukan sinar terang menyilaukan dari atas sebuah gunung. Ternyata, setelah ditelisik, sinar kemilau itu berasal dari Nyi Putri dari Limbangan yang sedang mandi. Penemuan yang mengejutkan itu segera dilaporkan pada Prabu Siliwangi. Mendengar paras cantik putri itu, Prabu Siliwangi berniat melamar Nyi Putri Limbangan dan menamakan gunung tempat ditemukannya menjadi Gunung Haruman.
wangsit siliwangi
Saur Prabu Siliwangi ka balad Pajajaran anu milu mundur dina sateuacana ngahiang: Lalakon urang ngan nepi ka poé ieu, najan dia kabéhan ka ngaing pada satia! Tapi ngaing henteu meunang mawa dia pipilueun, ngilu hirup jadi balangsak, ngilu rudin bari lapar. Dia mudu marilih, pikeun hirup ka hareupna, supaya engké jagana, jembar senang sugih mukti, bisa ngadegkeun deui Pajajaran! Lain Pajajaran nu kiwari, tapi Pajajaran anu anyar, nu ngadegna digeuingkeun ku obah jaman! Pilih! ngaing moal ngahalang-halang. Sabab pikeun ngaing, hanteu pantes jadi Raja, anu somah sakabéhna, lapar baé jeung balangsak.
Daréngékeun! Nu dék tetep ngilu jeung ngaing, geura misah ka beulah kidul! Anu hayang balik deui ka dayeuh nu ditinggalkeun, geura misah ka beulah kalér! Anu dék kumawula ka nu keur jaya, geura misah ka beulah wétan! Anu moal milu ka saha-saha, geura misah ka beulah kulon!
Daréngékeun! Dia nu di beulah wétan, masing nyaraho: Kajayaan milu jeung dia! Nya turunan dia nu engkéna bakal maréntah ka dulur jeung ka batur. Tapi masing nyaraho, arinyana bakal kamalinaan. Engkéna bakal aya babalesna. Jig geura narindak!
Langganan:
Postingan (Atom)